Rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi pada Mei mendatang dinilai tidak adil. Menurut Ketua DPD Hizbut Tahrir Indonesia Kobar Abu Nasir, kalau kita mau jujur, ada anggaran lain yang selama ini turut membebani APBN.
“Dalam APBN 2013, anggaran untuk membayar cicilan bunga utang sebesar 113,243 triliun dan cicilan pokok utang 58,405 triliun. Sehingga totalnya mencapai Rp 171,7 triliun, meningkat dari sebesar Rp 167,5 triliun di tahun 2012.
Itu belum termasuk belanja birokrasi pemerintah sebesar Rp400,3 Triliun. Tapi, mengapa anggaran sebesar ini tidak pernah dipersoalkan. Mengapa yang selalu dipersoalkan dan dipersepsikan sebagai beban APBN hanya anggaran subsidi BBM,” tukasnya retoris. Dikatakan Abu, subsidi energi termasuk BBM merupakan kebutuhan vital yang menggerakan roda perekonomian masyarakat. Ketika terjadi penyelewengan, seharusnya yang dilakukan adalah penegakan hukum secara adil dan tegas.
“Bukan dengan membebani masyarakat lewat kenaikan harga BBM,” tegasnya. Dia mengingatkan bahwa penghematan sebesar Rp 30 triliun dari kebijakan dual price tidak akan sebanding dengan dampak inflasi dan kenaikan harga kebutuhan pokok yang harus di tanggung masyarakat. Sementara itu, Humas HTI Kobar Andri Saputra menilai dalih subsidi BBM akan membebani APBN hanyalah kedok pemerintah untuk menutupi tujuan sesungguhnya yakni demi melayani kepentingan para kapitalis.
“Selama ini, para kapitalis di sektor migas kesulitan memasarkan produk BBM karena harganya masih lebih mahal jika dibandingkan dengan BBM bersubsidi yang dijual Pertamina. Lewat pencabutan subsidi BBM, maka harga BBM menjadi terdongrak naik dan kompetitif. Kondisi ini membuka peluang bisnis bagi para kapitalis untuk ikut bermain di sektor hilir lewat penjualan BBM di SPBU SPBU asing,” terangnya.(Radar Sampit, Sabtu, 20 April 2013/www.bringislam.web.id)
“Dalam APBN 2013, anggaran untuk membayar cicilan bunga utang sebesar 113,243 triliun dan cicilan pokok utang 58,405 triliun. Sehingga totalnya mencapai Rp 171,7 triliun, meningkat dari sebesar Rp 167,5 triliun di tahun 2012.
Itu belum termasuk belanja birokrasi pemerintah sebesar Rp400,3 Triliun. Tapi, mengapa anggaran sebesar ini tidak pernah dipersoalkan. Mengapa yang selalu dipersoalkan dan dipersepsikan sebagai beban APBN hanya anggaran subsidi BBM,” tukasnya retoris. Dikatakan Abu, subsidi energi termasuk BBM merupakan kebutuhan vital yang menggerakan roda perekonomian masyarakat. Ketika terjadi penyelewengan, seharusnya yang dilakukan adalah penegakan hukum secara adil dan tegas.
“Bukan dengan membebani masyarakat lewat kenaikan harga BBM,” tegasnya. Dia mengingatkan bahwa penghematan sebesar Rp 30 triliun dari kebijakan dual price tidak akan sebanding dengan dampak inflasi dan kenaikan harga kebutuhan pokok yang harus di tanggung masyarakat. Sementara itu, Humas HTI Kobar Andri Saputra menilai dalih subsidi BBM akan membebani APBN hanyalah kedok pemerintah untuk menutupi tujuan sesungguhnya yakni demi melayani kepentingan para kapitalis.
“Selama ini, para kapitalis di sektor migas kesulitan memasarkan produk BBM karena harganya masih lebih mahal jika dibandingkan dengan BBM bersubsidi yang dijual Pertamina. Lewat pencabutan subsidi BBM, maka harga BBM menjadi terdongrak naik dan kompetitif. Kondisi ini membuka peluang bisnis bagi para kapitalis untuk ikut bermain di sektor hilir lewat penjualan BBM di SPBU SPBU asing,” terangnya.(Radar Sampit, Sabtu, 20 April 2013/www.bringislam.web.id)
0 Response to "Rencana Kenaikan Dianggap Tak Adil"
Posting Komentar