“Pondok Pesantren kami dibakar beserta kitab-kitabnya. Sekarang anak Patani tidak punya lagi tempat belajar,”
Tiba-tiba lelehan air mata menetes dari wajah Qosim. Sambil menyeka muka dengan tangannya, badan Imam masjid Pondok Al Jihad Fi Sabilillah berusia 60 tahunan itu bergetar hebat.
Dari arah belakang, Sulaiman, mengusap-usap punggungnya. Mantan santri di Pondok Jihad Fi Sabilillah itu hanya bisa diam meratapi pondoknya diberangus.
“Saya bisa mengenali Islam dari sini,” ujarnya berkaca-kaca.
Qosim dan Sulaiman adalah saksi sejarah saat tentara Thailand menyerbu Pondok Jihad Fi Sabilillah pada tahun 2005. Tentara menuding pondok yang terletak dekat pantai ini sebagai sarang teroris dan mengajarkan terorisme kepada anak didiknya. Namun Sulaiman menilai semuanya hanyalah tuduhan palsu.
“Mereka mengobrak-abrik pondok dan bernafsu agar bisa menemukan senjata, tapi mereka tak dapat menemukan apa yang mereka cari,” ujar Sulaiman yang selama tujuh tahun menjadi pelajar di Pondok ini.
Puas mengobrak-abrik Pondok, tentara Thailand kemudian membakar kitab-kitab yang berada di dalam pondok, termasuk kitab suci Al Qur’an. “Kini, masyarakat Patani jauh dari agama,” ujar pria berumur 30-an tahun itu.
Pondok Jihad Fi Sabilillah didirikan oleh Ibrahim pada tahun 1968. Dengan menggunakan biaya sendiri, Tuan Ibrahim membangun pondok ini sebagai wadah menuntut ilmu bagi anak-anak Patani. Saat wafat, tongkat estafet pondok ini dilanjutkan menantunya, Abdullah.
Berkat tangan dingin Abdullah, Pondok Al Jihad berhasil melahirkan lulusan-lulusan cemerlang. Dengan menggunakan metode pemondokan, para pelajar diinapkan di gubuk agar lebih intensif mempelajari Islam.
Satu hal menarik adalah keberhasilan pondok merubah perilaku pelajar dari tadinya berperangai buruk menjadi baik. Sebagai catatan, Pondok Al Jihad banyak menampung para pelajar bermasalah yang dikeluarkan dari sekolah-sekolah di Thailand.
“Kami berhasil merubah ‘sampah masyarakat’ menjadi pribadi bermanfaat. Rupanya, ini membuat Pemerintah Thailand cemburu,” kata Jawahir, Istri Abdullah.
Pondok juga tidak pernah membebankan biaya kepada para pelajar. Abdullah paham kemiskinan menjadi bagian tak terpisahkan dari rakyat Patani. Saat Pondok ini ditutup, banyak anak-anak Patani tidak bisa bersekolah karena mahalnya biaya sekolah-sekolah umum di Thailand.
“Mereka (masyarakat) kini menjadi jahil dan tidak mengenali halal dan haram,” kata Qosim. Air matanya kembali turun. [Pz/Islampos]
0 Response to "Pondok Pesantren Dibakar Kafir, Hangus Puing Al-Quranpun Tercecer"
Posting Komentar