
Muhammad Rahmat Kurnia
Demokrasi tengah sekarat.  Frasa itu bukan sekadar jargon,  melainkan realitas.  Oleh sebab itu,  muncul harapan akan sistem pengganti demokrasi.  Itulah Khilafah.
Tanggal 3 Maret 1924 Khilafah Utsmaniyah dibubarkan oleh Inggris melalui agennya,  Mustafa Kamal.  Perjuangan terus berlangsung.   Fajar Khilafah pun segera datang.  Itu di antara inti pembicaraan dan  diskusi dalam berbagai pertemuan saya dengan banyak tokoh dari berbagai  kalangan.
Memang ada yang skeptis. Ketua Mahkamah  Konstitusi,  Mahfud MD, akhir Januari 2013, menyampaikan bahwa sistem  Khilafah yang digagas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) gagal dalam  penerapan. “Khalifah Islam tidak ada dan tidak akan pernah ada.Sistem yang digagas HTI sama gagal dan sulitnya dengan demokrasi.  HTI  programnya jelas menjadi Negara Islam. Silakan perjuangkan kalau bisa,”  ungkapnya dalam sebuah acara di Medan,  Sumatera Utara.
Terlepas dari aspek persetujuan,  hal ini menunjukkan bahwa gagasan Khilafah sudah makin meluas hingga ke Mahkamah Konstitusi. Selain itu,  ungkapan tersebut merupakan pengakuan jujur tentang sulit dan gagalnya demokrasi. Adapun  terkait Khilafah Islam itu tidak ada dan tidak pernah ada terbantahkan  oleh realitas sejarah panjang Khilafah selama 12 abad.
Dalam sebuah workshop tokoh di Medan  pada akhir Januari 2013,  setelah saya menyampaikan materi,  muncul banyak tanggapan positif. Khathab Harahap,  antropolog di Medan menyampaikan, ”Sepanjang umur saya tidak pernah mengkaji seperti ini. Ternyata secara gamblang demokrasi itu rusak dan merusak. Islam memang solusinya. Saatnya sekarang kita mengangkat bendera Islam.”
Dengan nada tegas dan suara bergetar,  beliau melanjutkan,  “Saya sekarang sudah tua.   Saya berharap sebelum meninggal dunia sudah ada Khilafah.”
Kamaluddin,  mahasiswa S3 yang juga  jebolan sebuah IAIN seusai acara itu menyampaikan, ”Orang yang tidak  mendukung Khilafah itu disebabkan kurang informasi. Selain  itu,  ada realitas yang menunjukkan ternyata orang yang mengusung Islam  itu ada juga yang sulit dipercaya,  sama seperti yang lain.”
Saya menyampaikan kepada beliau,  itulah sebabnya mengapa gagasan syariah dan Khilafah harus terus dijelaskan. Hanya dengan penjelasan itu sajalah umat Islam akan semakin paham.
Ada juga yang mengatakan,  “Bagaimana  bisa menyatukan umat sedunia dalam Khilafah,  menyatukan kelompok atau  ormas Islam saja susah. Padahal  bedanya hanya sedikit.”
Saya menyampaikan kepada beliau bahwa memang benar menyatukan organisasi di tingkat masyarakat (society) sangat sulit,  bahkan tidak mungkin. Pada satu sisi Allah SWT membolehkan adanya banyak organisasi di tengah masyarakat seperti tergambar dalam QS Ali Imran ayat 104.  Jadi,  penyatuan kelompok atau ormas memang tidak perlu dilakukan,  dan hasilnya pun akan mengecewakan. Justru yang harus disatukan adalah level negara.   “Indonesia ini satu sekalipun di tengah masyarakat terdapat banyak sekali kelompok dan organisasi,” ungkap saya.
Workshop tokoh tentang Demokrasi dan Khilafah terus mendapat sambutan. Di Jakarta,  setelah workshop pada akhir Desember yang dihadiri pemimpin 22 organisasi, workshop serupa digelar oleh Lajnah Fa’aliyah DPP HTI pada akhir Januari 2013 yang dihadiri oleh 32 tokoh pimpinan puncak organisasi.   “Banyaknya  tokoh dari berbagai lembaga yang hadir ini menunjukkan gagasan  penegakan syariah dan Khilafah makin mendapat dukungan tokoh umat.  Hal  ini juga menunjukkan bahwa HTI diterima oleh berbagai kalangan,”  komentar Ahmad Syafi’i Mufid,  Profesor peneliti utama di Litbang  Departemen Agama sekaligus Ketua Forum Islamic Center yang juga hadir  dalam acara tersebut.  Dalam  kesempatan berbeda,  saat saya berkunjung ke rumahnya,  beliau  menyampaikan, “Apabila Khilafah berhasil tegak, misalnya di Suriah atau  di Indonesia, maka pandangan orang-orang tentang Khilafah akan berubah.   Teori politik mereka pun akan berubah tentang Khilafah.”
Saya menyampaikan kepada beliau,  “Memang,  ketika Khilafah berhasil ditegakkan, tidak akan ada lagi pihak yang dapat menolaknya.”
Ada komentar menarik dari HM Hasybi Ibrahim (Sekjen LAKI P. 45). Beliau menegaskan, ”Saat ini Khilafah perlu ditegakkan.   Antek komunis bermunculan. Gerakan liberal terus menghadang. Yang bisa mengubah negeri ini hanya 10% yang benar dan 10% yang salah. Adapun  bagian yang 80% hanya ikut saja. Tumbangnya Soekarno karena CIA. Kaum  liberal menginventarisir bahwa kalau HTI dan kelompok Islam bergerak  maka dengan 10% saja Indonesia akan berubah menjadi Khilafah.
Mengapa umat Islam tidak bersatu? Saat pernyataan itu dilontarkan,  saya teringat pada firman Allah: Orang-orang  yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, ’Berapa banyak  terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak  dengan ijin Allah.   Allah bersama orang-orang yang sabar.’(TQS al-Baqarah [2]: 249).”
Amin Lubis (Ketua Perti) menyampaikan  tentang pentingnya mensosialisasikan materi tentang hakikat demokrasi  dan kerusakannya beserta Khilafah sebagai solusinya. Bahkan beliau menilai materi seperti ini sangat layak masuk TV.
Ketua Umum PITI,  Mahmud Yunus,  juga  menyampaikan bahwa sudah saatnya tokoh umat menyampaikan bahaya  demokrasi dan mendorong umat untuk ikut memperjuangkan syariah dan  Khilafah. “Jadi,  soal wajibnya mendakwahkan dan memperjuangkan tegaknya syariah dan  Khilafah itu sudah harus disampaikan oleh para tokoh kepada jamaahnya  masing-masing,” ungkapnya tegas.
Gagasan Khilafah memang perlu disuarakan. Bukan oleh satu atau dua kelompok, melainkan oleh semua umat Islam. Sebab,  menerapkan syariah dalam naungan Khilafah merupakan kewajiban semua kaum Muslim. Oleh sebab itu,  dalam berbagai kesempatan saya sering bertanya kepada para tokoh, “Apakah syariah itu haq(benar)?” Para tokoh menyambut serentak,  “Haq!”Saya melanjutkan,  “Apakah Khilafah itu haq?” Lagi-lagi,  seluruh tokoh menjawab dengan mengatakan,  “Haq!”  Lalu,  saya mengutip pandangan Syaikh Mahmas bin Abdullah bin Muhammad,   “Kewajiban seorang Muslim apabila mengetahui kebenaran (haq) adalah mengikutinya dan mengatakannya tanpa rasa takut oleh siapa pun.   Sebab,  ini bagian dari amar makruf nahi mungkar. Siapa saja yang berdiam diri dari mengatakan kebenaran maka ia adalah setan yang bisu.”
Semoga fajar Khilafah itu segera menyingsing.  Amin! (www.bringislam.web.id)
0 Response to "Demokrasi telah Sekarat! Songong Fajar Khilafah"
Posting Komentar