Kisah Pilu 2 Bocah Manado, Tidur Bersama Anjing, Bebek, dan Ayam
Laporan Wartawan Tribun Manado Charles Komaling
Dua balita di Kota Manado ini, bahu membahu memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa bantuan siapa pun. Termasuk sang bunda, yang justru menelantarkan mereka.
DARI jauh, bangunan berukuran sekitar 4 x 7 meter yang beratap terpal plastik itu sepintas mirip rumah.
Namun, ketika mendekat, bangunan itu lebih mirip tenda penampungan, kumuh. Ditopang beberapa tiang, beberpa lapis dinding dari kayu, namun tanpa jendela dan pintu.
Ada ruang kecil di bagian belakang yang posisinya lebih tinggi, ditopang papan. Namun, lagi-lagi jauh dari sebutan sebuah kamar tidur, karena ayam, bebek dan anjing juga masuk di ruangan itu. Mungkin lebih layak disebut kandang.
Di dalam bangunan itu, terlihat barang-barang seperti panci, piring, kain-kain kotor dan sejumlah barang-barang lainnya berserakan. Tak jauh berbeda dengan halaman, berserakan potongan seng bekas atap, botol-botol kaca dan batang-batang kayu. Sejumlah baju kotor bertumpuk di sudut bangunan, beberapa lainnya berserakan di tanah.
Bangunan itu adalah kediaman dua bocah, Ramadhan (3) dan Nona (4,5). Mereka tinggal di bangunan ini sejak tiga tahun lalu. Letaknya di atas sebuah bukit kosong, tak jauh dari Perumahan Telkom, Kalasey.
Kedua bersaudara ini, harus menghidupi diri sendiri sepanjang hari karena ibu mereka, Martha, diduga menelantarkan. Nona pagi-pagi sudah pergi dari rumah untuk bekerja, dan baru kembali malam hari.
Empat ekor anjing langsung menyalak keras, dua ekor di antaranya yang terikat terlihat meloncat-loncat hendak menyerang sambil membuka mulut menunjukkan giginya.
Anjing-anjing itu, seperti terganggu dengan kedatangan sejumlah warga. Karena takut, mereka hanya berdiri sekitar dua meter dari anjing-anjing itu, sebagian membawa tongkat untuk menakut-nakuti hewan peliharaan itu.
"Ramadhan, Nona mari sini. Ramadhan, Nona, kamari jo. Napa ini ada gula-gula," ujar seorang warga, Selasa (26/11/2013).
Anjing-anjing terus menyalak keras, bising sekali. Tak lama, Ramadhan muncul dan berdiri di antara sejumlah anjing dan bebek. Ia sepertinya kebingungan. Beberapa kali terlihat akan terjatuh, namun ia berpegangan pada tiang.
Sepertinya lututnya lemas. Kemudian ia berjalan tanpa alas kaki, mendekat sejumlah warga. Baru beberapa langkah, ia terlihat seperti akan terjatuh.
Ramadhan hanya memakai kaos, tak memakai celana. Bajunya penuh kotoran, ada lumpur, hingga kotoran bebek menempel. Aromanya tidak sedap. Tangannya terus menggaruk-garuk, sekujur tubuhnya dipenuhi luka-luka kecil yang terus ia garuk.
Ada luka goresan di bibir, kepala dan beberapa titik di kaki. Beberapa luka terlihat sudah memutih, kemungkinan luka lama. Ia tak berbicara sepatah pun, tangannya beberapa kali menutup wajah. Seperti terlihat takut.
Tak lama kemudian, Nona muncul. Penampilannya tak jauh beda dari adiknya. Namun pakaian bocah perempuan ini sangat memiriskan, ia memakai baju dan celana yang robek disana-sini. Warnanya sudah coklat karena bercampur tanah. Bau tak sedap pun tercium. Bocah manis itu terlihat kurus, tatapan matanya kosong.
Nona sudah bisa berbicara, namun saat itu lebih banyak diam. Hanya menjawab singkat ketika ditanya sejumlah warga.
"Mama ja pukul deng kayu di kepala," ujar bocah itu. Tak jauh dengan adiknya, sekujur tubuh bocah manis itu pun terdapat luka-luka kecil baru dan lama. Kulitnya coklat karena kotoran, sepertinya sudah berapa hari tidak mandi.
Selasa siang itu, seorang warga sudah menyiapkan sepiring nasi dan lauk ikan. Baru saja sendok diangkat, kedua bocah itu langsung membuka mulut lebar-lebar. Langsung mengunyah dengan cepat, lalu menelannya.
Dalam beberapa menit, satu piring penuh nasi langsung tandas. Satu botol air mineral juga habis dalam sekejap. Kedua bocah ini kehausan dan kelaparan.
Seusai makan, terlihat wajah mereka kembali segar. Nona kemudian berlari kesana kemari, Ramadhan terus saja mengunyah roti dan sesekali meminum air mineral.
Kedua bocah itu beruntung, hari itu mereka bisa menikmati satu piring nasi dan beberapa potong roti. Tak setiap hari warga bisa memberi makan.
"Kita serba salah, kalau ibu mereka tahu kami memberi makan, mereka pasti dimarahi an makanan dibuang. Beberapa kali warga kasih baju, malah dibuang oleh ibunya, tidak boleh dipakai," ujar Oma, warga setempat.
Yang memiriskan, kadang warga terpaksa hanya menaruh makan di piring dan menaruh di jalan. Itu dilakukan warga, karena kedua bocah itu kerap berkeliaran dan tak menetap. Saat lelah berjalan dan merasa lemah karena lapar, mereka bisa tidur lelap di mana saja.{tribun}
0 Response to "Kisah Pilu 2 Bocah Manado, Tidur Bersama Anjing, Bebek, dan Ayam"
Posting Komentar