Oleh : Arief B. Iskandar
Kematian adalah keniscayaan. Setiap manusia, apalagi seorang Muslim, tentu amat menyadari hal ini. Allah SWT pun telah berfirman (yang artinya): Setiap yang berjiwa pasti bakal merasakan kematian. Sesungguhnya pada Hari Kiamat sajalah pahala kalian disempurnakan.Siapa saja yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga telah beruntung.Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu (TQS Ali Imran [3]: 185).
Selain sebuah keniscayaan, kematian juga sebuah kepastian, dalam arti, tak bisa dimajukan ataupun dimundurkan. Allah SWT berfirman (yang artinya): Jika ajal mereka telah datang maka mereka tidak akan bisa menundanya dan tidak pula bisa memajukannya sesaat pun (TQS an-Nahl [16]: 61).
Selain itu, kematian juga merupakan salah satu rahasia Allah SWT; tidak seorang manusia pun tahu kapan kematian akan datang menjemput dirinya. Karena itu, sudah selayaknya setiap Muslim tidak lalai dalam mempersiapkan diri menghadapi kematian sekaligus menghadapi kehidupan pasca kematian. Sebab, jika tidak demikian, penyesalan di akhir tak akan bisa dihindarkan. Dalam hal ini, Allah SWT pun mengingatkan kita melalui firman-Nya (yang artinya): Hai orang-orang beriman, janganlah harta dan anak-anak kalian melalaikan kalian dari mengingat Allah. Siapa saja yang berbuat demikian, mereka itulah orang-orang yang merugi.Belanjakanlah sebagian (harta) dari apa yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kalian, lalu ia berkata, “Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)-ku sampai waktu yang dekat hingga aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang salih?” Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Allah Maha Mengenal apa yang kalian kerjakan (TQS al-Munafiqun [63]: 9-11).
Allah SWT pun berfirman (yang artinya): (Demikianlah) hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, “Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku bisa berbuat amal salih yang telah aku tinggalkan.” Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang dia ucapkan saja (TQS al-Mu’minun [23]: 99-100).
Kematian tentu merupakan akhir dari kehidupan manusia di dunia. Dengan demikian, dunia hanyalah tempat sementara bagi manusia dalam menjalani kehidupan sebelum ia berpindah ke kehidupan yang lain, yakni kehidupan di alam akhirat. Karena itu, Baginda Nabi Muhammad saw. mengingatkan kita, “Jadilah kamu di dunia ini seperti orang asing atau seperti orang yang berada dalam perjalanan.” (HR al-Bukhari dan at-Tirmidzi).
Ya, bagi seorang Muslim, di dunia ini hakikatnya ia seperti orang asing. Sebab, ‘tanah air’-nya yang hakiki adalah surga. Surgalah, insya Allah, tempat ia berpulang. Manusia di dunia ini, dengan demikian, seperti seorang musafir yang meninggalkan negerinya untuk sementara, kemudian ia akan kembali. Karena itu, ia tentu tidak akan berlama-lama di dunia dan tidak akan mengambil bagian dari kenikmatan dunia ini, kecuali sekadarnya saja untuk bekal kembali (ke akhirat) (Muhammad bin ‘Alan, Dalil al-Falihin li Thuruq Riyadh ash-Shalihin, III/7).
Dalam ungkapan yang berbeda, Ibn Umar ra. juga mengingatkan kita, “Jika kamu ada di waktu sore, jangan menunggu pagi. Jika kamu ada di pagi hari, jangan menunggu hingga sore.Jadikanlah masa sehatmu (untuk beramal shalih) sebelum datang masa sakitmu) dan jadikanlah masa kehidupanmu (untuk beramal shalih) sebelum datang kematianmu.” (HR al-Bukhari).
Maknanya, bersegeralah selalu kita dalam melakukan amal shalih, jangan menunda-nundanya seolah-olah kita memiliki banyak waktu, padahal itu hanyalah angan-angan kita saja karena sesungguhnya waktu kita di dunia ini amatlah sedikit. Mengapa kita sering merasa memiliki banyak waktu dan sering merasa kehidupan di duniua ini lama? Tidak lain karena kita jarang mengingat mati. Padahal banyak mengingat mati amatlah penting agar kita tidak terlalu panjang angan-angan. Dalam hal ini Baginda Rasulullah saw. pun pernah bersabda, “Perbanyaklah mengingat penghancur kenikmatan (yakni kematian, pen.).” (HR at-Tirmidzi).
Ya, kematian akan menghentikan seluruh kenikmatan, bahkan menghentikan semua angan-angan kehidupan. Sebab, pada saat demikian, kehidupan dunia akan ditinggalkan. Semuanya—harta kekayaan yang selama ini diburu siang-malam, pangkat dan jabatan yang selama ini diperebutkan, serta istri dan anak-anak kesayangan yang selama ini dibangga-banggakan—hanya tinggal kenangan saat jasad sudah dibenamkan di kuburan. Yang tersisa hanyalah amal shalih yang pernah kita lakukan, atau dosa dan maksiat yang pernah kita jalankan.
Karena itu, mari kita banyak mengingat kematian agar dengan itu kita banyak melakukan amal kebajikan dan menjauhi kemaksiatan. Wa ma tawfiqi illa bilLah.
[www.globalmuslim.web.id]
Kematian adalah keniscayaan. Setiap manusia, apalagi seorang Muslim, tentu amat menyadari hal ini. Allah SWT pun telah berfirman (yang artinya): Setiap yang berjiwa pasti bakal merasakan kematian. Sesungguhnya pada Hari Kiamat sajalah pahala kalian disempurnakan.Siapa saja yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga telah beruntung.Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu (TQS Ali Imran [3]: 185).
Selain sebuah keniscayaan, kematian juga sebuah kepastian, dalam arti, tak bisa dimajukan ataupun dimundurkan. Allah SWT berfirman (yang artinya): Jika ajal mereka telah datang maka mereka tidak akan bisa menundanya dan tidak pula bisa memajukannya sesaat pun (TQS an-Nahl [16]: 61).
Selain itu, kematian juga merupakan salah satu rahasia Allah SWT; tidak seorang manusia pun tahu kapan kematian akan datang menjemput dirinya. Karena itu, sudah selayaknya setiap Muslim tidak lalai dalam mempersiapkan diri menghadapi kematian sekaligus menghadapi kehidupan pasca kematian. Sebab, jika tidak demikian, penyesalan di akhir tak akan bisa dihindarkan. Dalam hal ini, Allah SWT pun mengingatkan kita melalui firman-Nya (yang artinya): Hai orang-orang beriman, janganlah harta dan anak-anak kalian melalaikan kalian dari mengingat Allah. Siapa saja yang berbuat demikian, mereka itulah orang-orang yang merugi.Belanjakanlah sebagian (harta) dari apa yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kalian, lalu ia berkata, “Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)-ku sampai waktu yang dekat hingga aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang salih?” Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Allah Maha Mengenal apa yang kalian kerjakan (TQS al-Munafiqun [63]: 9-11).
Allah SWT pun berfirman (yang artinya): (Demikianlah) hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, “Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku bisa berbuat amal salih yang telah aku tinggalkan.” Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang dia ucapkan saja (TQS al-Mu’minun [23]: 99-100).
Kematian tentu merupakan akhir dari kehidupan manusia di dunia. Dengan demikian, dunia hanyalah tempat sementara bagi manusia dalam menjalani kehidupan sebelum ia berpindah ke kehidupan yang lain, yakni kehidupan di alam akhirat. Karena itu, Baginda Nabi Muhammad saw. mengingatkan kita, “Jadilah kamu di dunia ini seperti orang asing atau seperti orang yang berada dalam perjalanan.” (HR al-Bukhari dan at-Tirmidzi).
Ya, bagi seorang Muslim, di dunia ini hakikatnya ia seperti orang asing. Sebab, ‘tanah air’-nya yang hakiki adalah surga. Surgalah, insya Allah, tempat ia berpulang. Manusia di dunia ini, dengan demikian, seperti seorang musafir yang meninggalkan negerinya untuk sementara, kemudian ia akan kembali. Karena itu, ia tentu tidak akan berlama-lama di dunia dan tidak akan mengambil bagian dari kenikmatan dunia ini, kecuali sekadarnya saja untuk bekal kembali (ke akhirat) (Muhammad bin ‘Alan, Dalil al-Falihin li Thuruq Riyadh ash-Shalihin, III/7).
Dalam ungkapan yang berbeda, Ibn Umar ra. juga mengingatkan kita, “Jika kamu ada di waktu sore, jangan menunggu pagi. Jika kamu ada di pagi hari, jangan menunggu hingga sore.Jadikanlah masa sehatmu (untuk beramal shalih) sebelum datang masa sakitmu) dan jadikanlah masa kehidupanmu (untuk beramal shalih) sebelum datang kematianmu.” (HR al-Bukhari).
Maknanya, bersegeralah selalu kita dalam melakukan amal shalih, jangan menunda-nundanya seolah-olah kita memiliki banyak waktu, padahal itu hanyalah angan-angan kita saja karena sesungguhnya waktu kita di dunia ini amatlah sedikit. Mengapa kita sering merasa memiliki banyak waktu dan sering merasa kehidupan di duniua ini lama? Tidak lain karena kita jarang mengingat mati. Padahal banyak mengingat mati amatlah penting agar kita tidak terlalu panjang angan-angan. Dalam hal ini Baginda Rasulullah saw. pun pernah bersabda, “Perbanyaklah mengingat penghancur kenikmatan (yakni kematian, pen.).” (HR at-Tirmidzi).
Ya, kematian akan menghentikan seluruh kenikmatan, bahkan menghentikan semua angan-angan kehidupan. Sebab, pada saat demikian, kehidupan dunia akan ditinggalkan. Semuanya—harta kekayaan yang selama ini diburu siang-malam, pangkat dan jabatan yang selama ini diperebutkan, serta istri dan anak-anak kesayangan yang selama ini dibangga-banggakan—hanya tinggal kenangan saat jasad sudah dibenamkan di kuburan. Yang tersisa hanyalah amal shalih yang pernah kita lakukan, atau dosa dan maksiat yang pernah kita jalankan.
Karena itu, mari kita banyak mengingat kematian agar dengan itu kita banyak melakukan amal kebajikan dan menjauhi kemaksiatan. Wa ma tawfiqi illa bilLah.
[www.globalmuslim.web.id]
0 Response to "Mati : Nasihat Terbaik"
Posting Komentar