Sepertinya terus ada kemenangan bagi jilbab yang kembali terlihat di cakrawala, terutama di sudut-sudut rumah Barat yang sekuler, yang telah lama memerangi jilbab dan pemakaiannya di sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga publik. Sehingga dengan kemenangan itu para perempuan Muslim di Eropa dapat mempertahankan komitmen terhadap ajaran agamanya, di mana ada banyak pencabutan dan penghapusan larangan jilbab di banyak negara-negara Barat.
Tabir kemenangan pertama dimulai dati Rusia, di mana Badan Imigrasi Federal Rusia membolehkan perempuan Muslim berjilbab yang datang ke Rusia untuk mengambil foto dokumen-dokumen pribadinya tanpa harus melepas jilbab. Hal itu tampak dalam perintah menteri melalui Kepala Badan Imigrasi Federal Rusia, yang berkata: “Dibolehkan mengambil foto perempuan berjilbab dengan syarat tidak menutupi wajah.”
Keputusan dibuat di saat—dimana sebelumnya—pemerintah Rusia mensyaratkan melepas jilbab secara penuh tanpa menghalangi rambut di foto dokumen resmi. Juga di saat situasi ketidakpuasan dan kemarahan yang masih menyelimuti umat Islam Rusia, sebagai akibat dari pelarangan jilbab di sekolah-sekolah yang masih berlangsung hingga sekarang, selain fakta bahwa kaum Muslim yang jumlahnya diperkirakan antara 15 hingga 20 juta orang, mengeluh tidak menikmati hak-hak yang sama seperti yang dinikmati oleh umat “Kristen” ortodoks.
Di Turki, sumber pengadilan dan parlemen mengumumkan bahwa bagi perempuan Turki yang berprofesi sebagai pengacara diperbolehkan untuk memakai jilbab di pengadilan. Sementara para aktivis Islam perempuan selama bertahun-tahun tetap menuntut diperbolehkannya memakai jilbab di pengadilan.
Perlu dicatat bahwa keputusan yang diambil di Dewan Negara, yaitu otoritas pengadilan administrasi tertinggi di negara ini, membolehkan pengacara untuk memakai jilbab selama persidangan, setelah sebelumnya hal itu dilarang. Keputusan itu diambil setelah seorang pengacara mengajukan keluhan yang menegaskan bahwa ia adalah korban dari diskriminasi agama karena melarangnya memakai jilbab. Sementara tokoh-tokoh sekuler tentu saja sangat keras mengecam keputusan itu.
Profesor Gokhan Cetinsaya, Ketua Dewan Pendidikan Tinggi Turki mengatakan: “RUU baru Dewan berisi bolehnya anggota Dewan Pendidikan di universitas untuk memakai jilbab dan memelihara jenggot, setelah selama beberapa tahun yang lalu hal itu dilaranga dengan alasan ketidaksesuaian dengan prinsip-prinsip sekuler Republik Turki.
Di Norwegia, hambatan pemakaian jilbab bagi para pegawai negeri sipil, polisi dan hakim telah dihilangkan, sehingga memungkinkan mereka untuk mengenakan jilbab, dan simbol-simbol keagamaan lainnya. Ini semua terjadi setelah pemungutan suara atas masalah ini di Komite Negara untuk Urusan Agama, di mana ide ini didukung 12 anggota Komite, sementara yang menolaknya hanya tiga.
Perlu dicatat bahwa sejak tahun 2008 di Norwegia telah terjadi perdebatan sengit tentang kemungkinan masuknya anggota polisi dengan seragam berbau agama, yaitu ketika seorang gadis Muslim yang belajar di Sekolah Tinggi Kepolisian mengirim surat kepada pimpinan di kepolisian yang meminta agar ia diperbolehkan untuk memakai jilbab, kemudian surat itu diteruskan ke pemerintah, dan hal itu segera menyebabkan diskusi luas di parlemen dan media.
Begitu juga dengan pengadilan Belgia yang memenangkan perempuan Muslim berjilbab yang dipecat dari kerjanya karena ia memakai jilbab, di mana pengadilan memutuskan agar memberinya kompensasi finansial pada karyawati tersebut atas kerugian yang dialaminya, yang besar kompensasinya hingga mencapai sepuluh ribu euro.
Dikatakan bahwa perusahaan Belgia tersebut, pada bulan Februari dari 2011 memutuskan untuk membatalkan kontrak kerja dengan seorang karyawati Belgia yang masuk Islam baru-baru ini, karena ia menolak untuk melepas jilbabnya di tempat kerja. Stephen Ronit, pengacara karyawati itu berkata: “Klien saya telah bekerja tanpa masalah selama dua bulan, namun hanya setelah ada keluhan dari pelanggan yang tiba-tiba, sehingga ia menjadi tidak dapat diterima di tempat kerjanya itu.”
Memang benar bahwa tekanan dan penganiayaan terhadap perempuan Muslim berjilbab di Barat belum berhenti, namun tampak di cakrawala sebuah terobosan besar yang menunjukkan bahwa masyarakat Barat, yang telah lama menyerukan kaum Muslim agar berintegrasi dan hidup berdampingan, bahwa mereka juga harus memberi contoh bagaimana mereka hidup berdampingan dengan Islam, masyarakatnya dan simbol-simbolnya. Yang jelas, hidup saling berdampingan, rukun dan damai, sebagaimana yang diimpikan oleh semua orang itu hanya akan terwujudkan di dalam masyarakat yang menerapkan syariah di bawah naungan Khilafah (islamtoday.net, 30/1/2013).
www.bringislam.web.id
Tabir kemenangan pertama dimulai dati Rusia, di mana Badan Imigrasi Federal Rusia membolehkan perempuan Muslim berjilbab yang datang ke Rusia untuk mengambil foto dokumen-dokumen pribadinya tanpa harus melepas jilbab. Hal itu tampak dalam perintah menteri melalui Kepala Badan Imigrasi Federal Rusia, yang berkata: “Dibolehkan mengambil foto perempuan berjilbab dengan syarat tidak menutupi wajah.”
Keputusan dibuat di saat—dimana sebelumnya—pemerintah Rusia mensyaratkan melepas jilbab secara penuh tanpa menghalangi rambut di foto dokumen resmi. Juga di saat situasi ketidakpuasan dan kemarahan yang masih menyelimuti umat Islam Rusia, sebagai akibat dari pelarangan jilbab di sekolah-sekolah yang masih berlangsung hingga sekarang, selain fakta bahwa kaum Muslim yang jumlahnya diperkirakan antara 15 hingga 20 juta orang, mengeluh tidak menikmati hak-hak yang sama seperti yang dinikmati oleh umat “Kristen” ortodoks.
Di Turki, sumber pengadilan dan parlemen mengumumkan bahwa bagi perempuan Turki yang berprofesi sebagai pengacara diperbolehkan untuk memakai jilbab di pengadilan. Sementara para aktivis Islam perempuan selama bertahun-tahun tetap menuntut diperbolehkannya memakai jilbab di pengadilan.
Perlu dicatat bahwa keputusan yang diambil di Dewan Negara, yaitu otoritas pengadilan administrasi tertinggi di negara ini, membolehkan pengacara untuk memakai jilbab selama persidangan, setelah sebelumnya hal itu dilarang. Keputusan itu diambil setelah seorang pengacara mengajukan keluhan yang menegaskan bahwa ia adalah korban dari diskriminasi agama karena melarangnya memakai jilbab. Sementara tokoh-tokoh sekuler tentu saja sangat keras mengecam keputusan itu.
Profesor Gokhan Cetinsaya, Ketua Dewan Pendidikan Tinggi Turki mengatakan: “RUU baru Dewan berisi bolehnya anggota Dewan Pendidikan di universitas untuk memakai jilbab dan memelihara jenggot, setelah selama beberapa tahun yang lalu hal itu dilaranga dengan alasan ketidaksesuaian dengan prinsip-prinsip sekuler Republik Turki.
Di Norwegia, hambatan pemakaian jilbab bagi para pegawai negeri sipil, polisi dan hakim telah dihilangkan, sehingga memungkinkan mereka untuk mengenakan jilbab, dan simbol-simbol keagamaan lainnya. Ini semua terjadi setelah pemungutan suara atas masalah ini di Komite Negara untuk Urusan Agama, di mana ide ini didukung 12 anggota Komite, sementara yang menolaknya hanya tiga.
Perlu dicatat bahwa sejak tahun 2008 di Norwegia telah terjadi perdebatan sengit tentang kemungkinan masuknya anggota polisi dengan seragam berbau agama, yaitu ketika seorang gadis Muslim yang belajar di Sekolah Tinggi Kepolisian mengirim surat kepada pimpinan di kepolisian yang meminta agar ia diperbolehkan untuk memakai jilbab, kemudian surat itu diteruskan ke pemerintah, dan hal itu segera menyebabkan diskusi luas di parlemen dan media.
Begitu juga dengan pengadilan Belgia yang memenangkan perempuan Muslim berjilbab yang dipecat dari kerjanya karena ia memakai jilbab, di mana pengadilan memutuskan agar memberinya kompensasi finansial pada karyawati tersebut atas kerugian yang dialaminya, yang besar kompensasinya hingga mencapai sepuluh ribu euro.
Dikatakan bahwa perusahaan Belgia tersebut, pada bulan Februari dari 2011 memutuskan untuk membatalkan kontrak kerja dengan seorang karyawati Belgia yang masuk Islam baru-baru ini, karena ia menolak untuk melepas jilbabnya di tempat kerja. Stephen Ronit, pengacara karyawati itu berkata: “Klien saya telah bekerja tanpa masalah selama dua bulan, namun hanya setelah ada keluhan dari pelanggan yang tiba-tiba, sehingga ia menjadi tidak dapat diterima di tempat kerjanya itu.”
Memang benar bahwa tekanan dan penganiayaan terhadap perempuan Muslim berjilbab di Barat belum berhenti, namun tampak di cakrawala sebuah terobosan besar yang menunjukkan bahwa masyarakat Barat, yang telah lama menyerukan kaum Muslim agar berintegrasi dan hidup berdampingan, bahwa mereka juga harus memberi contoh bagaimana mereka hidup berdampingan dengan Islam, masyarakatnya dan simbol-simbolnya. Yang jelas, hidup saling berdampingan, rukun dan damai, sebagaimana yang diimpikan oleh semua orang itu hanya akan terwujudkan di dalam masyarakat yang menerapkan syariah di bawah naungan Khilafah (islamtoday.net, 30/1/2013).
www.bringislam.web.id
0 Response to "Jilbab di Eropa Tak Terbendung!"
Posting Komentar