Mengambil ‘Ibrah dari Larangan Untuk Mengikuti Langkah-Langkah Syaithan


50688_180x180

Kajian Tafsir Syaikh ‘Atha bin Khalil atas QS. Al-Baqarah [2]: 208: Sebagian Penjelasan Dalam Tafsir Syaikh ‘Atha Bin Khalil Atas QS. Al-Baqarah [2]: 208

Penjelasan Para Ulama Atas Tafsir QS. Al-Baqarah [2]: 208: Penjelasan Para Ulama Menafsirkan QS. Al-Baqarah [2]: 208

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

 ”Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagi kalian.” (TQS. Al-Baqarah [2]: 208)

Penjelasan Tafsir Syaikh ‘Atha bin Khalil Abu Ar-Rasythah

Menafsirkan frase ayat “dan janganlah kalian ikuti langkah-langkah syaithan”, para ulama menjelaskan bahwa frase ayat ini mengandung larangan tegas dan informasi pasti tentang musuh yang nyata bagi kaum muslimin yakni syaithan. Dan al-‘Alim asy-Syaikh ‘Atha bin Khalil menjelaskan bahwa frase ayat “dan janganlah kalian ikuti langkah-langkah syaithan” merupakan indikasi (qariinah) wajibnya perintah Allah dalam ayat yang agung ini untuk berislam secara totalitas. Beliau menyatakan:

والأمر للوجوب بقرينة (وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ

“Dan perintah dalam ayat ini merupakan kewajiban berdasarkan indikasi (“dan janganlah kalian ikuti langkah-langkah syaithan”)”[1]

Dalam kitab ilmu usul fikihnya, Syaikh ’Atha bin Khalil pun menjelaskan bahwa di antara indikasi yang menunjukkan larangan tegas adalah:

أن يوصف العمل بوصف مناسب مفهم للنهي الجازم كالمقت من الله أو الغضب، ذم أو وصف شنيع كالفاحشة أو من عمل الشيطان، نفي الإيمان أو نفي الإسلام… الخ

“Penyifatan suatu amal dengan sifat yang dipahami sebagai larangan yang tegas misalnya kebencian dari Allah, kemurkaan dan celaan-Nya atau penyifatan buruk sebagai perbuatan keji, perbuatan syaithan, penafian keimanan dan keislaman, dan lain sebagainya.”[2]

Penjelasan Para Ulama Lainnya

Al-Hafizh al-Qurthubi menguraikan:

وقال مقاتل : استأذن عبد الله بن سَلاَم وأصحابه بأن يقرءوا التوراة في الصلاة ، وأن يعملوا ببعض ما في التوراة؛ فنزلت { وَلاَ تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشيطان } فإن اتباع السُّنّة أولى بعد ما بُعث محمد صلى الله عليه وسلم من خطوات الشيطان . وقيل : لا تسلكوا الطريق الذي يدعوكم إليه الشيطان؛ { إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ } ظاهر العداوة؛ وقد تقدّم

“Muqatil berkata: ‘Abdullah bin Salam dan sahabat-sahabatnya meminta izin kepada Rasulullah SAW untuk membaca sebagian isi Taurat dalam shalat dan mengamalkan sebagian syari’at Taurat; maka turunlah ayat ini: “dan janganlah kalian ikuti langkah-langkah syaithan” karena mengikuti jalan Sunnah jelas selamat setelah diutusnya Muhammad SAW daripada mengikuti langkah-langkah syaithan (yang pasti celaka). Dikatakan pula yakni: janganlah kalian menempuh jalan yang diserukan syaithan pada kalian.[3] (Sesungguhnya ia adalah musuh yang nyata bagi kalian) yang menampakkan permusuhan; telah dijelaskan pula sebelumnya.”[4]

Dan penting untuk dipahami bahwa Iblis dan syaithan-syaithan yang dilaknat Allah adalah musuh abadi hamba-hamba Allâh, visi dan misi permusuhan mereka Allâh informasikan dalam ayat-ayat yang agung berikut ini:

قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ (١٦) ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ ۖ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ (١٧

Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” (TQS. al-A’râf [7]: 16-17)

Dalam ayat lainnya:

قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ

Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya” (TQS. al-Hijr [15]: 39)

Pernyataan iblis yang diinformasikan Allâh dalam ayat-ayat di atas, menelanjangi visi misi yang diperjuangkannya menggunakan berbagai cara tanpa kenal lelah. Terekam dalam al-Qur’an, dengan jelas iblis mengungkapkan berbagai pernyataannya dengan kata-kata yang diperkuat, yakni menggunakan لام الابتداء ونون التوكيد yaitu penegasan-penegasan yang memberi arti sangat serius dan menuntut keseriusan.

لأتخذنّ، لأضلنّ، لأمنينّ، لامرنّ، لأقعدنّ، لاتينّ، لأزيننّ، لأغوينّ

Dalam tinjauan pemahaman bahasa arab: semua kata kerja yang diungkapkan Iblis didahului dengan huruf ل yang mengandung makna sungguh dan ditambah dengan نّ yang berarti benar-benar.

Mereka berjanji menyesatkan manusia dari segala arah dan celah. Maka jelas, visi iblis dan syaithân ialah memperbudak manusia, mengajak sebanyak-banyaknya manusia menjadi golongannya. Sedangkan misinya mengondisikan manusia lalai, lupa kepada Allâh, berpaling menjauh dari akidah dan syari’at Islam.

اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ فَأَنْسَاهُمْ ذِكْرَ اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ حِزْبُ الشَّيْطَانِ ۚ أَلَا إِنَّ حِزْبَ الشَّيْطَانِ هُمُ الْخَاسِرُونَ

“Syaithân telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allâh; mereka itulah golongan syaithân. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan syaithân itulah golongan yang merugi.” (TQS. al-Mujâdilah [58]: 19)

Dari pemahaman terhadap penjelasan di atas pun, kita bisa menyimpulkan bahwa ajaran-ajaran sesat diantaranya Demokrasi, Sekularisme, Liberalisme yang menjadi senjata syaithan golongan jin dan manusia untuk menjauhkan umat islam dari akidah dan syari’at islam yang agung merupakan bagian dari langkah-langkah syaithan yang wajib kita jauhi dan jelaskan hakikat kesesatannya kepada umat ini.

Wallaahu a’lam bish-shawaab


[1] Lihat: Al-‘Alim asy-Syaikh ‘Atha’ bin Khalil Abu Rusythah. 1427 H. At-Taysîr fî Ushûl At-Tafsîr (Sûrah Al-Baqarah).

[2] Lihat: Syaikh ‘Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasythah. 1421 H. Taysîr al-Wushûl ilâ al- Ushûl. Cetakan ke-3. Beirut: Dar al-Ummah.

[3] Pernyataan serupa dituturkan Imam asy-Syawkani dalam kitab tafsir-nya, Fat-h al-Qadiir.

[4] Lihat: Al-Hafizh Abu ’Abdullah Muhammad bin Ahmad Al-Anshari Al-Qurthubi. Al-Jâmi’ Li Ahkâm Al-Qur’ân.

[http://irfanabunaveed.wordpress.com]

0 Response to "Mengambil ‘Ibrah dari Larangan Untuk Mengikuti Langkah-Langkah Syaithan"

Posting Komentar