Lajnah Dakwah Sekolah (LDS) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Kotawaringin Barat.
Miris sekaligus ironis. Negeri kita – yang katanya religius – dalam kenyataannya sudah menjelma menjadi republik zina (seks bebas). Terlalu banyak fakta yang menunjukkan kebobrokan moral dari bangsa ini. Tak perlu mengambil contoh di kota kota besar seperti Jakarta atau Bandung. Di kota kecil seperti Pangkalan Bun sendiri, perilaku seks bebas khususnya di kalangan generasi muda sudah semakin memprihatinkan. Meski belum ada angka pasti, melalui pemberitaan media massa kita sering disuguhi pemberitaan sejumlah kasus perzinahan baik atas dasar suka sama suka, dengan pemaksaan atau karena motif komersil (PSK). Contoh terbaru, akhir Januari lalu seorang siswi kelas 2 SMP yang menjadi korban pemerkosaan oleh lima pemuda karena pengaruh minuman keras ternyata sebelumnya sudah pernah berhubungan badan dengan kekasihnya yang masih berstatus pelajar kelas 2 di SMK yang ada di Kota Pangkalan Bun. Itu yang berhasil terekspose media. Sedangkan yang tidak terungkap ke media jauh lebih besar seperti fenomena gunung es.
Bagaimanapun juga, fenomena seks bebas dikalangan generasi muda tidak terjadi dengan sendirinya. Bukan semata mata kelemahan iman dari individu si pelaku.Menjamurnya seks bebas dipicu oleh banyak faktor yang kesemuanya berpangkal pada penerapan ideologi sekulerisme (pemisahan agama dengan kehidupan) di negeri ini. Ideologi ini menjadi ruh bagi lahirnya sistem politik demokrasi yang melahirkan empat pilar kebebasan yakni kebebasan berpendapat, bertingkah laku, berkeyakinan dan kebebasan kepemilikan. Sistem demokrasi sekuler memberikan hak mutlak kepada manusia untuk membuat aturan hukum termasuk dalam membangun sistem pergaulan/sosial antar sesama berdasarkan akal/hawa nafsu manusia itu sendiri. Sedangkan agama hanya sebatas mengurusi ranah ritual semata. Dari sini kemudian terbentuk kehidupan sosial yang liberal dan mengagungkan kebebasan bertingkah laku termasuk bebas untuk melakukan seks bebas. Jika kita rinci, penyebab munculnya seks bebas setidaknya dipicu oleh sejumlah faktor antara lain pertama, negara (pemerintah) yang lemah, kedua provokasi media massa, ketiga masyarakat yang semakin permissif dan terakhir, pendidikan agama yang minim.
Pertama, negara yang lemah. Ini menjadi faktor dominan yang menjadikan praktik seks bebas tumbuh subur di negeri ini. Sebab, fungsi negara dalam sistem demokrasi sekuler bukan didesain sebagai pelayan rakyat dan penjaga moralitas bangsa. Negara dalam sistem demokrasi sekuler difungsikan sebagai institusi politik yang menjamin kebebasan individu. Caranya, dengan menjalankan peraturan undang undang yang melindungi kebebasan berperilaku termasuk bebas untuk berbuat maksiat. Tudingan ini bukan isapan jempol. Tengok saja, menurut ketentuan pidana hukum positif, sepasang muda mudi yang melakukan seks bebas bukan merupakan tindakan kriminal dan hanya di anggap pelanggaran etika moral. Selain itu, negara membiarkan bahkan melegalkan bercokolnya sarana sarana yang mendorong kepada kebebasan berperilaku seperti lokalisasi, diskotik, karaoke dan night club yang kerap menjadi transaksi narkoba, miras dan seks bebas. Negara juga loyo dalam mencegah peredaran pornografi dan pornoaksi di masyarakat yang dikemas dalam bentuk VCD, majalah, iklan iklan di televisi tv yang menonjolkan sensualitas. Sebaliknya, ketika ada pihak yang protes atau mencoba membubarkan, justru cap radikal, anti modernitas dan dituding sebagai pelaku kriminal karena mengancam kebebasan orang lain seperti yang sering dialami FPI. Bahkan, pengesahan UU Pornografi tahun 2008 yang bertujuan untuk mencegah pornografi terbukti mandul karena kewenangannya sudah dibonsai oleh kebebasan individu atas nama Hak Asasi Manusia (HAM). Kedua, provokasi media massa yang sudah bergeser dari fungsi awal sebagai sarana penyampai informasi berubah menjadi mak comblang gaya hidup liberal dan mengenalkan daya tarik seksual (sex appeal). Hal ini nampak dari iklan produk barang/jasa yang menonjolkan bentuk fisik wanita, berita seputar selebriti kesandung seks bebas hingga media yang full mengupas erotisme berbalut mistisme.Semuanya bebas beredar dan siapapun bebas mengakses atas nama kebebasan pers.Ketiga, masyarakat yang semakin permissif (serba longgar). Sistem kapitalisme sekuler telah memunculkan masyarakat yang individualistis dan materialistis. Hal ini nampak dari sikap masyarakat yang semakin cuek dengan lingkungan sekitar dan lebih sibuk mengurusi urusan pribadi/keluarga. Selain itu, beban ekonomi yang semakin berat menjadikan masyarakat cenderung materialistis dan didorong untuk menghabiskan waktu guna mengejar kepuasan duniawi dalam bentuk harta benda dan hiburan yang sia sia. Pada saat bersamaan, tidak ada pembinaan ketakwaan oleh negara sehingga ikatan norma agama semakin kendur. Alhasil, kontrol sosial di masyarakat semakin menipis dan menimbang benar salah segala sesuatu tidak lagi bersandar kepada ajaran Islam. Sebagai contoh, banyak orang tua yang menganggap perilaku pacaran – padahal hukumnya haram dan bisa mengantarkan kepada zina- merupakan hal biasa. Tak heran, banyak orang tua yang khawatir dan was was kalau anaknya yang sudah beranjak dewasa tidak mau pacaran karena dianggap tidak gaul.Sebaliknya, orang tua atau pihak sekolah akan merasa was was kalau anaknya dan peserta didik memilih aktif dalam kegiatan kajian keagamaan atau rohis yang diselenggarakan organisasi dakwah seperti Lajnah Dakwah Sekolah (LDS) Hizbut Tahrir Indonesia. Alasannya, karena takut dibina menjadi teroris dan beragam persepsi negatif lainnya. Padahal tudungan itu adalah fitnah dan tidak benar.Pembinaan yang dilakukan HTI adalah untuk membentuk generasi muda yang bertakwa, patuh kepada orang tua dan terhindar dari pergaulan bebas. Dan faktor terakhir yang mendorong praktik seks bebas adalah minimnya pendidikan agama.Durasi pendidikan agama yang hanya 2 jam selama seminggu menjadikan benteng moral para pelajar mudah bobol oleh derasnya arus budaya liberal yang menggempur setiap waktu. Sudah begitu, pendidikan agama selama ini hanya mengutamakan aspek pengetahuan namun minim dengan pembentukan karakter dan keterikatan kepada Syariah Islam. Agama Islam diajarkan hanya sebatas nilai dan norma sosial, bukan sebagai sistem yang berhak mengatur manusia dalam seluruh aspek kehidupan. Untuk mencegah kemerosotan moral yang terjadi, semua pihak mulai dari orang tua, masyarakat, sekolah hingga pemerintah harus peduli dan terlibat aktif dalam pembinaan moral generasi muda. Orang tua hendaknya mampu menjadi sahabat sekaligus guru utama bagi anak anaknya. Sampai kapanpun, fungsi orang tua sebagai pendidik generasi bertakwa tidak akan mampu tergantikan oleh sekolah semahal apapun. Bahkan yang berstatus RSBI sekalipun. Dari pihak sekolah juga harus mampu menciptakan kondisi belajar yang religius sekaligus mendorong para pelajar terlibat dalam kegiatan rohis/keIslaman. Sekolah hendaknya tidak mudah termakan fitnah dan opini negatif terhadap organisasi dakwah seperti LDS HTI Kobar yang ingin membantu membina generasi muda lewat pembinaan kajian keIslaman.Bahkan, perlu ada sinergi dan keterbukaan antara berbagai pihak untuk saling berdiskusi dan mengambil peran dalam membentuk generasi yang cerdas sekaligus bertakwa.
Masyarakat juga dituntut peduli dan kritis dengan berbagai penyimpangan sosial seperti seks bebas (kumpul kebo) yang terjadi di lingkungan masing masing.Pemerintah daerah sebagai penguasa setempat hendaknya turut mendorong terciptanya kehidupan masyarakat yang religius lewat berbagai kebijakan seperti razia tempat tempat mesum/tempat sepi dan tidak memberikan izin terhadap berbagai kegiatan atau sarana sarana yang bisa mengantarkan pada aktivitas seks bebas. Adapun solusi konkret dan mendasar adalah dengan meninggalkan sistem kehidupan demokrasi yang terbukti bobrok dan amoral. Sudah saatnya kita kembali kepada sistem yang mampu menciptakan generasi cerdas dan bertakwa, masyarakat yang peduli dan negara yang melindungi masyarakat dari berbagai penyakit sosial.Itulah Syariah Islam dalam bingkai Khilafah Islamiyah yang sebentar lagi tegak dengan izin Allah SWT.
Namun, jika kemudian kita tetap cuek dan tidak peduli atas problematika yang terjadi, maka tunggulah azab Allah SWT yang dikabarkan melalui lisan Rasul Muhammad SAW yang berbunyi“Jika zina dan riba telah tampak (menonjol) di suatu kampung, maka sungguh mereka telah menghalalkan atas diri mereka sendiri azab Allah” (HR. Al Hakim, al Baihaqi dan Ath Thabarani). Wallahualam. [www.bringislam.web.id]
0 Response to "Republik Zina Menanti Bencana "
Posting Komentar