Pada tanggal 8 Mei lalu, Fitri Bintang Timur melalui opininya yang dimuat di Jakarta Post berjudul “Do RI women want sharia, too?” jelas bersikap skeptik terhadap hasil survey PEW forum yang menunjukkan 72% umat Islam di Indonesia menginginkan Syariah Islam sebagai hukum resmi di negeri mereka, ia berusaha mengingkari hasil survey PEW tersebut dengan menggaribawahi segelintir data minor yang menguntungkan opini liberal dari bab Women in the Society hasil survey ini.Sebelumnya, Jakarta Post juga melansir respon pentolan kelompok liberal terkait hasil studi Pew Research Center yang berbasis di Amerika pada 30 April lalu. Adjie Alfaraby misalnya, peneliti dari Lembaga Survei Indonesia (LSI), mengatakan jika penemuan ini benar harus dianggap serius. Sedangkan Azyumardi Azra, direktur Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, mempertanyakan sejauh mana hasil survei mencerminkan kebenaran. “72 persen angka yang tidak masuk akal,” ujarnya kepada The Jakarta Post pada Rabu (2/5).
Kemudian yang lebih mengejutkan adalah pernyataan Endy Bayuni, 9 Mei 2013 di Jakarta Globe yang secara terbuka menyerukan kepada media-media di Indonesia agar bekerja sama memastikan bahwa kelompok ekstremis Islam yang ia labeli dengan “radikal dan garis keras” tidak memiliki suara yang dipublish media. Editor senior Jakarta Post yang mengatasnamakan International Association of Religion Journalists itu menyatakan “Jangan berikan ruang sedikitpun pada kalangan garis keras! Silakan meliputi mereka ketika mereka melanggar hukum, tetapi jangan beri ruang untuk sekelompok kecil orang-orang itu ketika mereka berjuang melawan sesuatu yang absurd. Mereka menggunakan media secara efektif dan menipu media yang sesuai dengan cara mereka sendiri. “
Menariknya apa yang dikatakan oleh Endy Bayumi bersamaan dengan tahap awal penyelenggaraan Muktamar Khilafah (MK) di 31 kota di seluruh Indonesia di sepanjang bulan Mei – Juni 2013, yang diselenggarakan oleh Hizbut Tahrir Indonesia dan akan dihadiri ratusan ribu masyarakat Indonesia. Tokoh-tokoh liberal ini melalui jaringan media mereka seperti Jakarta Globe dan Jakarta Post, berusaha mengingkari realitas bahwa umat Islam di Indonesia secara jelas menginginkan Syariah Islam.
Omong Kosong Kebebasan Berekspresi di Negeri Demokrasi
Media liberal terus berusaha untuk mengecam bahkan membungkam mereka yang tidak setuju dengan nilai-nilai cacat sekuler liberal yang mereka anut dan ini merupakan cerminan kemunafikan dan kelemahan sistem sekuler demokrasi. Karena demokrasi selalu menerapkan kebebasan berekspresi tebang pilih. Media-media seperti ini jelas hanya akan mempublikasikan suara dari orang-orang yang setuju dengan nilai-nilai mereka, di saat yang sama terus mencari-cari kesalahan pihak-pihak yang memiliki sudut pandang berbeda dan menentang nilai – nilai Sekuler – bahkan ketika suara yang menentang adalah pandangan dominan dari masyarakat seperti yang ditunjukkan oleh survei PEW.
Keputusasaan jelas terlihat dari upaya mereka menyoroti segelintir kecil data minor yang mereka cari-cari dari setumpuk besar data hasil survey PEW dimana di Asia terdapat prosentase sangat tinggi penduduk dunia yang mendukung syariah Islam: Pakistan (84%), Bangladesh (82%), Afghanistan (99%), Indonesia (72%), Malaysia (86%). Demikian pula di Timur Tengah dan Afrika, prosentase yang mendukung syariah : Irak (91%), Palestina (89%), Maroko (83%), Mesir (74%), Yordania (71%), Niger (86%), Djibouti (82%), Kongo (74%) dan Nigeria (71%). Fitri Bintang Timur tidak boleh menutup mata dari bentangan data ini hanya dengan sekedar menampilkan data minor bahwa 76% masyarakat Indonesia setuju bahwa hak waris antara laki-laki dan perempuan dibagi sama rata.
Begitupun pernyataan tokoh media sekaliber Endy Bayuni yang nampak putus asa membungkam gelombang dukungan masyarakat Indonesia terhadap Syariah dan Khilafah melalui Muktamar Khilafah 2013 yang menggema di seluruh nusantara, dan telah berjalan dengan ijin Allah di beberapa kota, dihadiri puluhan ribu umat dan menuai kesuksesan luar biasa.
Hal ini mengingatkan apa yang dikatakan Noam Chomsky dalam bukunya “Kuasa Politik Media” yang mengungkap peran propaganda media massa dalam rekayasa opini publik, dimana para penguasa sebenarnya memiliki tujuan yang kontraproduktif dengan keinginan publik/ rakyat untuk terus melanggengkan kekuasaan, bahkan Noam Chomsky juga mengatakan bahwa pengusaha media liberal telah mendidik orang-orang bodoh sebagai corong pengusaha dan penguasa.
Hipokrasi terang-terangan yang ditunjukkan oleh tokoh-tokoh liberal seperti ini hanyalah bukti lain dari kegagalan sistem sekuler Barat dan penjelasan mengapa semakin banyak umat Islam menolak demokrasi sekuler dan memeluk Islam sebagai sistem yang mampu menentukan masa depan politik, ekonomi, dan sosial mereka.
يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
“Mereka ingin memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir membencinya.” (QS. Ash-Shaf 61:8)
Realitas Kebangkitan Khilafah yang Tak Terbantahkan
Sebenarnya tidak terlalu diperlukan penelitian ataupun survey ilmiah akan hal ini.Dari Maroko Afrika Barat hingga Merauke di Timur Indonesia, termasuk dari populasi Muslim di negeri-negeri Barat, suara yang merindukan Syariah Islam kian nyaring terdengar. Meski media-media sekuler nyaris tidak pernah meliputnya bahkan membungkamnya namun gaung suaranya kian nyaring membahana.
Di tengah arus perubahan besar dan pergolakan politik yang tengah terjadi di berbagai belahan dunia Islam saat ini, Muktamar Khilafah 2013 yang diselenggarakan Hizbut Tahrir Indonesia tak lain bertujuan sebagai medium untuk mengokohkan visi dan misi perjuangan umat untuk tegaknya kembali kehidupan Islam. Karena itulah tema “Perubahan Besar dunia Menuju Khilafah” diambil, untuk mengingatkan bahwa perubahan dunia sesungguhnya adalah sebuah keniscayaan, namun arah perubahan yang semestinya adalah menuju tegaknya Khilafah bukan yang lain.
Kami mengajak Anda untuk memberikan dukungan Anda kepada Hizbut Tahrir untuk penegakkan kembali Khilafah; dan bersumpah setia kepada sarjana terhormat, mujtahid terkemuka, dan politisi ulung, Syeikh Ata bin Khalil Abu Ar-Rashtah, Amir Hizbut Tahrir, sebagai Khalifah bagi umat Islam yang akan menjaga dan melindungi anak-anak umat ini, memuliakan kaum perempuannya, menyatukan negeri-negeri Islam, dan mengembalikan posisi umat Islam sebagai khairu Ummah, Insha Allah!
Fika M. Komara, M,Si
Member of Central Media Office Hizb ut Tahrir
0 Response to "Keputusasaan Media Liberal di Indonesia Menghadapi Kebangkitan Islam dan Khilafah "
Posting Komentar