Ideologi kapitalisme-sekuler telah menjauhkan masyarakat dari agama. Nilai-nilai agama tercabut dari kehidupan mereka sehingga mereka hidup tanpa pegangan.
Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya hilangnya dunia (dan seisinya) benar-benar lebih ringan bagi Allah ketimbang terbunuhnya seorang Muslim.” (HR at-Tirmidzi). Hadits ini menegaskan betapa berharganya nyawa seorang manusia di sisi Allah SWT.
Tapi di zaman edan saat ini, nyawa manusia seolah tidak ada harganya. Bagaimana tidak, seorang penjual soto Benget Situmorang dengan enteng menghabisi nyawa istrinya sendiri dan kemudian memutilasi jasad yang sudah kaku tersebut. Dengan enteng pula ia bersama dengan Tini, pembantunya, kemudian membuang jasad yang sudah dimasukkan ke dalam kantong plastik ke jalan tol Jakarta-Cikampek. Kok ya tega memotong tubuh jenazah, apalagi istrinya sendiri?
Kejadian yang sama terjadi di beberapa daerah. Ada suami membunuh istri dan anaknya sekaligus. Ada istri membunuh suaminya. Ada pula seorang istri yang memotong alat kelamin suaminya hingga cacat seumur hidup. Ada juga ibu yang tega membunuh anak kandungnya gara-gara masalah sepele. Dan masih banyak lagi tindak kriminal lainnya.
Tindak kriminal tersebut barulah yang terekspos oleh media massa. Bisa jadi jumlahnya jauh lebih besar dan aksinya jauh lebih sadis. Berdasarkan catatan kepolisian akhir tahun 2012 lalu, kejahatan di Indonesia berdurasi 91 detik. Artinya, setiap 91 detik terjadi satu tindak kejahatan. Jumlah kejahatan sendiri di Indonesia selama 2012 mencapai 316.500 kasus, dari yang ringan hingga yang berat.
Fakta ini membuat miris banyak orang. Mengapa itu terjadi? Banyak faktor yang memengaruhinya. Di antaranya adalah tingkat stres yang tinggi. Di alam kapitalistik seperti sekarang masyarakat dituntut berlomba-lomba berebut sumber ekonomi. Pola hidup materialistik menjadikan orang mengukur kesuksesan secara materi. Padahal tidak semua orang bisa menggapai keinginannya itu. Akhirnya muncul stres. Nah, stres ini memicu tindak kejahatan terutama bagi mereka yang tidak memiliki kendali diri.
Dalam suasana seperti itu, peran negara pun sangat minim untuk mencegah stres itu terjadi. Justru negara menambah stres mereka dengan banyak beban yang muncul mulai naiknya harga-harga kebutuhan pokok, ketidakadilan hukum, kesewenang-wenangan terhadap rakyat dan sebagainya.
Akhirnya, masyarakat melampiaskan stres itu dengan caranya sendiri. Maka muncullah tindak kejahatan. Dan ironisnya lagi, kejahatan itu terjadi dalam entitas keluarga. Padahal keluarga seharusnya menjadi benteng terakhir bagi seseorang untuk bisa mengendalikan diri. Lebih ironis lagi, tindak kriminal akhir-akhir ini tidak lagi dilakukan oleh laki-laki tapi juga oleh para wanita. Bahkan aksi para wanita ini tergolong lebih sadis dibanding laki-laki.
Banyak kalangan menilai bahwa inilah keluarga produk kapitalisme-sekulerisme. Ideologi ini telah melahirkan orang-orang yang mengalami disorientasi hidup. Ini terjadi karena ideologi ini telah menjauhkan masyarakat dari agama. Nilai-nilai agama tercabut dari kehidupan mereka sehingga mereka hidup tanpa pegangan.
Meski negara demokrasi sekuler memiliki sistem hukum, sistem hukum ini terbukti tidak efektif mencegah kejahatan itu meluas. Sistem sanksi yang diterapkan tidak mampu membuat para pelaku kejahatan jera. Ini tidak bisa dilepaskan dari sanksi itu sendiri yang tidak tegas dan muatan hukumnya pun tidak sebanding dengan kejahatan yang dilakukan. Sangat jarang pembunuh dihukum mati. Tidak ada pezina yang sudah menikah dihukum rajam. Pemerkosa pun bisa bebas jika tidak ada yang melaporkan.
Perubahan Total
Munculnya sadisme di Indonesia dan juga di dunia pada umumnya tidak lepas dari kerusakan sistem yang ada. Makanya, mempertahankan sistem yang ada sama saja dengan bunuh diri secara pelan-pelan. Sistem yang ada harus ditumbangkan dan diganti dengan sistem yang baru sama sekali.
Sistem ini adalah sistem Islam. Sistem ini memiliki perangkat yang mampu menjadikan manusia yang hidup di dalamnya mengemban ketakwaan. Selain itu, sistem Islam memelihara masyarakatnya agar bisa hidup bahagia baik secara fisik maupun mental.
Sistem Islam mengatur segala urusan dengan sangat rinci termasuk dalam entitas yang paling kecil yakni rumah tangga. Islam telah mengatur dengan sangat jelas bagaimana hubungan suami istri juga dengan anak-anaknya. Masing-masing memiliki hak dan kewajiban yang harus ditunaikan. Pada akhirnya ini akan melahirkan keluarga yang sakinah, mawadah, dan rahmah.
Tidak hanya itu, secara ekonomi, negara mendistribusikan kekayaan alam milik rakyat kepada rakyat demi kesejahteraan mereka, apakah itu dalam bentuk layanan kesehatan, pendidikan, keamanan dan sebagainya. Negara tidak akan membiarkan ada keluarga yang tidak tercukupi kebutuhan pokoknya.
Secara hukum, negara memiliki sistem sanksi yang tegas dan keras. Secara filosofis, sanksi hukum dalam Islam berfungsi dua hal yakni mencegah dan menebus. Sanksi dijatuhkan oleh pengadilan agar masyarakat tidak melakukan hal yang sama. Bagi pelakunya, sanksi ini menjadi penebus kesalahannya di dunia agar dia tidak lagi dijatuhi sanksi di akhirat.
Beratnya sanksi bagi para pelanggar telah diatur sedemikian rupa oleh syariah Islam berdasarkan firman Allah SWT. Beberapa sanksi yang belum tercantum dalam nash Alquran dan hadits diserahkan kepada para hakim untuk memutuskannya.
Sanksi bagi para pembunuh sudah sangat jelas yakni dibunuh. Demikian juga pemerkosa dijatuhi sanksi sebagaimana pezina dan seterusnya. Kepastian hukumnya pun sangat tegas karena sistem hukum Islam tidak mengenal sistem peradilan berjenjang seperti sekarang. Hanya ada satu pengadilan dalam sistem Islam. Pembuktian pun bersifat pasti. Kalau tidak terbukti orang bisa bebas.
Dengan jaminan kepastian hukum dan keadilan inilah, masyarakat bisa hidup dengan tenang. Terbukti, menurut catatan sejarah dari Universitas Malaya, Malaysia, sepanjang kurun waktu pemerintahan Turki Utsmani hanya ada sekitar 200 kasus yang diajukan ke pengadilan. Artinya, semasa pemerintahan Islam tindak kejahatan sangat sedikit.
Walhasil, tindak kejahatan apakah itu di masyarakat ataukah keluarga bisa dihilangkan jika sistem Islam diterapkan secara sempurna. Itulah sistem khilafah. Dengan sistem tersebut, manusia—Muslim dan non Muslim—akan merasakan nikmatnya hidup dalam Islam. [] mujiyanto
mediaumat
0 Response to " Sadisme di Sekitar Kita. Masihkah menutup mata? "
Posting Komentar